Selasa, 31 Juli 2007

ARSITEKTUR DALAM AL QUR'AN

(Sebuah Pembacaan Terhadap Ayat-ayat Al Qur'an Tentang Konsep Arsitektur)

Arsitektur adalah sesuatu yang muncul dengan didasari sebuah alasan yang dapat menguatkan posisinya sebagai media aktualisasi sehingga akhirnya tercipta sebuah lingkungan binaan yang kondusif untuk ditempati. Dapat dikatakan bahwa arsitektur lahir sebagai jawaban atas sebuah keadaan yang mendukung untuk keadaan yang lebih baik dan juga dinamisasi manusia. Sebagai contoh rumah pada jaman dahulu dan sekarang sangat berbeda mengingat tingkat kebutuhan, fungsi dan juga jarak pandang mereka yang terbatas menjadi alasan utama perbedaan tersebut.
Begitu juga alam yang sengaja diciptakan Tuhan dengan demikian sempurna dan sangat teratur, tentunya dibalik semua itu ada sebuah maksud atau pelajaran yang dapat diambil sebagai sebuah pelajaran. Dalam Al-Qur'an Allah berfirman: " Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir".


Semua kesempurnaan ciptaan Tuhan terdapat makna filosofis. Filosof muslim, seperti Ibnu Sina dan Al Farabi, membagi jiwa menjadi tiga jiwa yaitu jiwa tumbuhan, jiwa binatang dan jiwa manusia. Jiwa-jiwa tersebut mewakili dan bahkan menjadi sindiran terhadap manusia ketika masih dikatakan sebagai jiwa tumbuhan atau binatang. Jiwa manusia hanya mempunyai satu daya yaitu berpikir yang terbagi menjadi 2:
a. Akal praktis, yang menerima arti-arti yang berasal dari materi melalui indra pengingat yang ada dalam jiwa binatang.
b. Akal teoritis, yang menangkap arti-arti murni, yang tak pernah ada dalam materi seperti Tuhan, roh dan malaikat.
Melihat betapa kuatnya daya berpikir manusia sehingga Allah mengangkat derajat manusia kemampuan untuk menerjemahkan haruslah diimbangi dengan pembacaan terhadap alam sekitar sebagai satuan filosofis, misal dalam arsitektur.

Dalam buku yang ditulis oleh Aulia Fikriarini M. dan Yulia Eka Putri, yang judulnya Membaca Konsep Vitruvius dalam Al Qur'an, disitu disebutkan bahwa alam semesta seperti halnya kitab suci Al-Qur'an al~Karim, adalah ayat-ayat Allah SWT yang terbentang untuk dibaca, dijadikan pelajaran dan digali hikmahnya oleh manusia-manusia yang berpikir (ulul albab), dan setiap kegiatan berpikir tidak pernah terlepas dari kerangka ibadah kepada Allah SWT. Karena membaca merupakan sebuah tradisi keilmuan yang ada dalam Islam dan merupakan suatu perintah Tuhan dalam kitab suci Al Qur'an. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al Alaq ayat 1 : "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan". Pada ayat tersebut bukan secara lateral membaca adalah sebagai kegiatan membaca teks namun lebih dari itu adalah sebuah pembacaan terhadap alam semesta. Dalam Al Quran, Allah mengajak manusia agar tidak mengikuti secara buta kepercayaan dan norma-norma yang diajarkan masyarakat, agar merenung dengan terlebih dahulu menyingkirkan segala prasangka, hal tabu, dan batasan yang ada dalam pikiran mereka.

1. Keajaiban desain di alam

Desain atau rancangan, secara singkat berarti gabungan yang selaras dari berbagai bagian dalam bentuk yang teratur yang dirancang untuk tujuan tertentu. Dari pengertian ini, kita tidak akan sulit menerka bahwa sebuah mobil adalah suatu rancangan. Ini karena terdapat tujuan tertentu, yaitu untuk mengantarkan manusia dan barang. Untuk mewujudkan tujuan ini, berbagai bagian seperti mesin, ban dan rangkanya direncanakan dan dirakit di sebuah pabrik.
Jika kita tinggalkan sementara pengamatan kita atas burung dan menelaah bentuk lain dari kehidupan, maka kita akan menemui kenyataan yang sama. Di setiap makhluk, terdapat contoh-contoh rancangan yang sangat sempurna. Jika kita telaah lebih jauh, kita menemukan bahwa diri kita sendiri pun merupakan bagian dari rancangan itu sendiri. Oleh sebab itu, kita sampai pada kesimpulan penting ini: seluruh makhluk di alam, termasuk diri kita, merupakan suatu rancangan. Hal ini, pada gilirannya membuktikan keberadaan Sang Pencipta, Yang merancang semua makhluk dengan kehendak-Nya, memelihara seluruh ciptaan-Nya, dan memiliki kekuasaan dan kebijaksanaan yang mutlak.

Alam semesta dan segala yang ada di dalamnya ternyata mengandung nilai-nilai kekokohan (firmitas), kegunaan (utilitas) dan keindahan (venustas) yang sangat sempurna. Pelajaran ini bahkan dapat diperoleh dari ciptaan-ciptaan Allah SWT yang seringkali dianggap remeh dan diabaikan oleh manusia, seperti lebah, semut dan laba-laba.
Begitu banyaknya keajaiban desain yang tercipta secara teratur dan penuh dengan penalaran berfikir sehingga segala maksud filosofis yang dimaksudkan Sang Pencipta bukan lagi menjadi tabir penghalang. Bahkan untuk sesuatu yang remeh pun seperti yang tercantum di atas merupakan implementasi dari sebuah penciptaan yang sangat rumit. Sebagai manusia kita patut tersinggung ketika yang menjadi objek pencontohan dalam Al Qur'an adalah sebuah binatang yang tidak berdaya dan sangat kecil sekali namun mampu menembus batas rasional manusia.

2. Perumpamaan arsitektur dalam Al Qur'an (arsitek-arsitek di alam)

"Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang Telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan."

Kehidupan lebah di sarang dan produksi madunya sangatlah menakjubkan. Tanpa membahas terlalu terperinci, marilah kita amati ciri-ciri utama "kehidupan sosial" lebah. Lebah harus melaksanakan banyak "tugas" dan mereka mengatur semua ini dengan organisasi yang luar biasa. Pengaturan kelembapan dan ventilasi, kelembapan sarang, yang membuat madu memiliki kualitas perlindungan tinggi, harus dijaga pada batas-batas tertentu. Pada kelembapan di atas atau di bawah batas ini, madu akan rusak serta kehilangan kualitas perlindungan dan gizinya. Begitu juga, suhu sarang harus 35 C selama sepuluh bulan pada tahun tersebut. Untuk menjaga suhu dan kelembapan sarang ini pada batas tertentu, ada kelompok khusus yang bertugas menjaga ventilasi.

Namun, di alam ini lebah bukanlah satu-satunya "arsitek" hebat. Pada halaman-halaman berikutnya akan dijelaskan hewan-hewan lain yang mampu menyelesaikan konstruksi yang rumit dan sulit dengan keterampilan tinggi sebagaimana koloni lebah. Hewan-hewan ini, seperti halnya lebah, menggunakan pengetahuan yang "diilhamkan" kepada mereka untuk mendirikan bangunan mengagumkan dengan dibantu kemampuan khusus telah mereka miliki sejak diciptakan.

Dari banyak arsitek alam yang hebat di muka bumi ini, orang akan langsung teringat kepada berang-berang. Hewan ini membangun rumahnya di tengah kolam diam, yang dibangun dengan cara membendung sungai. Berang-berang membuat bendungan untuk menghalangi aliran sungai, sehingga terbentuk sebuah kolam diam tempat mereka membangun sarang. Untuk membendung sungai, pertama-tama mereka mendorong batang pohon besar ke dasar sungai. Mereka lalu menumpukkan batang-batang pohon yang lebih kecil di atasnya. Akan tetapi, masih ada masalah yang mereka hadapi, yakni arus sungai yang dapat menghanyutkan tumpukan cabang-cabang tersebut. Jika bendungan itu tidak tertanam kuat di dasar sungai, air akan segera menghancurkannya. Jalan terbaik untuk mencegah hal ini adalah menancapkan pancang pada dasar sungai, kemudian membangun bendungan di atasnya. Untuk itu, berang-berang menggunakan pancang-pancang besar sebagai dinding penopang utama. Berang-berang tidak repot-repot menancapkan pancang tersebut ke dasar sungai; mereka menguatkan kedudukan pancang dengan menimpanya dengan batu. Langkah terakhir, mereka merekatkan tumpukan cabang-cabang pohon dengan adukan khusus dari tanah liat dan daun-daun kering. Adukan ini kedap-air dan tahan terhadap efek korosif air.








Kamis, 19 Juli 2007

ARSITEKTUR TARDISIONAL SUKU TOBATI

Letak lokasi desa Tobati dan Engros yang dekat dengan pusat Kota Jayapura berpengaruh dalam perkembangan permukimannya. Apa yang dikatakan oleh Rapoport (1997) bahwa kedekatan dengan hal khusus, prasarana dan sarana, iklim mikro dan kondisi topografi akan berpengaruh terhadap pemukiman. Sehingga apa dapat dilihat dari pengaruh lokasi terhadap perkembangan suku Tobati antara lain terkait dengan prasarana dan sarana, pendidikan, perniagaan, hiburan, fasilitas social merupakan hal pokok yang memicu terjadinya perubahan suku Tobati disamping pada perubahan fisik pemukimannya.

Suku Tobati yang bermukim di Pesisir Teluk Yotefa seluas 1675 ha yang termasuk di wilayah kecamatan Jayapura Selatan Kotamadya Jayapura, membangunpemukiman di atas air laut.

Salah satu pokok yang dihadapi penduduk asli Papua (Irian Jaya) adalah hal yang menyangkut hubungan antara manusia dengan tempat tinggalnya yang tidak terlepas pula dengan alamnya. Dapat dikatakan rumah atau tempat tinggal tidak terlepas dari alamnya dikarenakan pandangan orang Papua secara umum yang dimaksud dengan rumah adalah alam sekitarnya dimana mereka hidup.

Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia, pen’ujudannya ternyata bervariasi meflurut s1apa yang menghuninya, hal ni dikemukakan oleh Maslow sebagai suatu jenjang kebutuhan/hirarki kebutuhan berdasarkan tingkat intensitas dan arti penting dari kebutuhan dasar manusia, yaitu : Psychological needs, Safety or Security needs, and social needs.

Tinjauan tentang adat di sini, lebih mengarah pada perspektif ilmu antropologi yang secara garis besar terdapat dua aliran yang berpolarisasi dalam teori kebudayaan yaitu aliran kognitivisme dan behaviorisme serta di dalamnya teriapat beberapa tinjauan semacam simbolisme, fungsionalisme, strukturalisme dan lainnya.

Seperti yang diukatakan oleh John F.C. Turner dalam bukunya Freedom To Build, bahwa “Rumah adalah bagian yang utuh dari pemukiman, dan bukan hasil fisik sekali jadi semata, melainkan merupakan suatu proses yang terus berkembang dan terkait dengan mobilitas social ekonomi penghuninya dalam suatu kurun waktu. Yang terpenting dari rumah adalah dampak terhadap penghuni, bukan wujud atau standar fisiknya. Selnjutnya dikatakan bahwa interaksi antara rumah dan penghuni adalah apa yang diberikan rumah kepada penghuni serta apa yang dilakukan penghuni tehadap rumahnya”.

Sebagai perangkum berbagai pendapat tentang rumah, Johan mengemukakan konsep rumah total, yakni rumah harus selalu satu, utuh dan imbang antara manusia, rumah dengan alam sekitarnya. Selanjutnya secara tersistem konsep tersebut dijabarkan sebagai berikut :

  1. Gagasan, perumahan bukan rumah karena tak dapat berdiri sendiri, saling membutuhkan dan adanya prasarana dan sarana.

  2. Fungsi, produktif bukan hanya hunian rumah hanya dipakai sebagai hunian sulit dipertahankan sampai lama eksistensinya.

  3. Pendekatan, beragam dimensi dinamis rumah hanya dipengaruhi oleh satu dimensi (teknik), tetapi ada dimensi lain yang sama pentingnya.

  4. Wadah, menyatu dengan lingkungan saling tergantung dengan sekitarnya.

  5. Kajian, dialog dengan gagasan dan keadaan perumahan dipahami dengan baik bila ada masukan timbale balik dari lapangan.

Sedangkan tinjauan tentang adat di sini, lebih mengarah pada arah perspektif ilmu antropologi yang secara garis besar terdapat dua aliran yang berpolarisasi dalam teori kebudayaan yaitu aliran kognitivisme dan behaviorisme serta didalamnya terdapat beberapa tinjauan semacam simbolisme, funsionalisme, strukturalisme dan lainnya.

JENIS ARSITEKTUR PAPUA (Suku Tobati)


Pola penataan pemukiman masyarakat Tobati berbentuk linier, yakni rumah-rumah dibangun sejajar dalam formasi dua deret yang saling berhadapan, dimana jembatan yang dibangun diantara dua deret ini merupakan satu kontak pandang dari anggota keluarga yang sedang bersantai di beranda rumahnya. Maksudnya bila ada orang baru, dia akan selalu jadi perhatian bagi orang kampong karena gerak langkahnya yang kaku, belum terbiasa dengan jembatam kayu. Selain itu, jembatan ini merupakan penghubung antara satu rumah dengan rumah lainnya. Pada bagian tengah jembatan dibuat panggung yang lebih luas , didebut “para-para adapt”. Pada bagian ini merupakan tempat musayawarah adat dan pertemuan-pertemuan khusus yang membicarakan kepentingan bersama masyarakat kampung.

Pada awalnya bangunan didirikan dengan konstruksi yang sangat sederhana. Rata-rata atap bangunan adalah pelana. Tata ruang dalam pada bangunan jenis ini telah telihat walaupun sangat sederhana yaitu sebagian besar untuk tidur/istirahat. Sedangkan aktivitas lainnya dilakukan di luar bangunan, atau di teras luar, material yang digunakan diperoleh dari apa yang tersedia di alam sekitarnya.

Dalam perkembangannya masyarakat Tobati mulai mengenal tingkatan/nilai-nilai aktivitas dalam bangunan, sehingga mulailah pembedaan penggunaan bangunan. Kemudian ada bangunan yang hanya untuk rumah tinggal (Sway) dan ada bangunan yang digunakan khusus sebagai tempat pemujaan dan upacara adat inisiasi (Mau/Kariwari) dan juga tempat untuk mencari atau menagkap ikan yang terletak di bawah rumah (Keramba)


1. Rumah Tinggal (Rumah Sway)

Rumah tinggal atau yang biasa disebut dengan rumah Sway merupakan pengembangan dari bentuk bangunan awal, dengan agdanya pembagian ruang (ruang tamu, ruamg makan, ruang tidur). Atapnya pun mengakami perubahan menjadi limas an atau bentuk perisai. Sedangkan bangunan untuk pemujaan berbeda dengan rumah tinggal. Peruangan dalam bangunan ini hanya sart dengan fungsi untuk tempat inisiasi. Atapnya pun berbentik limasan yang disusun tiga. Sedangkan bahan yang digunakan tetap mempertahankan bahan yang ada di sekitarnya.

Tata letak bangunan Rumah Sway adalah di pinggir/di tepi-tepi jalan utama pada pemukiman masyarakat Tobati, dengan orientasi bangunan kea rah jalan utama, sehingga rumah saling berhadap-hadapan.

  1. Tata letak ruang dalam bangunan Rumah Sway terdiri dari :

  2. Bilik/kamar tidur

  3. Ruang tamu (teras penerima tamu)

  4. Dapur (ruang kerja para wanita)

  5. Teras belakang

Ada pembagian ruangan menurut pembedaan gender pada pada rumah tinggal di Tobati yaitu :

    • Sebelah laut : selalu tempat kaum laki-laki

    • Sebelah darat : tempat kaum wanita

Tiap rumah memiliki pembagian kamar-kamar besar dan kamar-kamar kecil selain serambi muka atau teras yang menghadap ke jalan. Serambi depan untuk menerima tamu, dan juga sebagai tempat bekerja kaum laki-laki. Selanjutnya rumah itu terdapat dapur yang merupakan tempat kaum perempuan. Selain itu juga terdapat ruangan yang dipergunakan sebagai kamar mandi fan jamban.

2. Rumah Adat (Rumah Mau)

Rumah adat masyarakat Tobati adalah Rumah Mau yang berfungsi sebagai tempat upacara-upacara adapt ini, berbentuk segi empat atau segi delapan. Bagian utama dari rumah adat ini terdiri dari tiga bagian yaitu kaki, badan dan kepala.

Filsafah bangunan/Rumah Mau yang paling menonjol adalah terletak pada berbentuk limasan yang bersusun tiga, bahan atap yang terbuat dari daun sagu serta konstruksi atap yang bertumpu pada tiang utama dalam bangunan.


Hirarki untuk ruang Mau hanya terdiri dari satu ruangan yang luas tanpa batas antar ruang. Fungsinya adalah sebagai tempat untuk :

  1. Pesta adat

  2. Ruang inisiasi/pendewasaan anak laki-laki

  3. Penyimpanan benda-benda pusaka

3. Kandang Ikan Terapung (Keramba)

Keramba (kandang ikan terapung) terbuat dari batangan bamboo, jarring dan tali-temali. Keramba ini biasanya terletak dibawah rumah dengan jarring-jaring mengelilingi tiang-tiang rumah dan ada juga yang membuatnya terpisah.

Fungsi dari keramba adalah untuk membudidayakan beberapa jenis ikan seperti ikan Bobara dan Samandar, maksudnya untuk persediaan pada saat tidak musim ikan. Keramba mempunyai fungsi lain sebagai tempat kurungan jenis-jenis ikan kecil yang kemudian akan mengundang predatornya berkeliaran disekeliling kandang. Kesempatan inilah yang digunakan untuk menangkap ikan.

1. Pola Pemukiman, Tata Letak Rumah dan Denah

Pola pemukiman secara umum telah disebutkan di atas, yakni adalah pola linear, hal itu merupakan pertimbangan terhadap tekanan angin, karena terletak di sepanjang pantai. Bentuk linear tadi dibuat tegak lurus dengan arah angin dan gelombang yang ada. Juga selain tanggapan terhadap terhadap iklim, bentuk dua deret dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan. Rumah-rumah dibangun sejajar dalam formasi dua deret yang saling berhadapan, dimana jembatan yang dibangun diantara dua deret ini merupakan suatu kontak pandang dari anggota keluarga yang sedang bersantai di beranda rumahnya. Maksudnya, bila ada wang baru, dia akan selalu menjadi perhatian bagi orang kampung karera gerak langkahnya yang kaku, belum terbiasa dengan jembatan kayu. Selain itu, jembatan ini juga merupakan penqhubung antara satu rumah dengan rumah lainnya. Pada bagian tengah jembatan dibuat panggung yang tebih luas, disebut "para­-para adat". Bagian ini merupakan tempat musyawarah adat dan pertemuan-pertemuan khusus yang membicarakan kepentingan bersama masyarakat kampung.

Tata ruang dalam atau denah pada bangunan Rumah Sway terbagi atas bilik, ruang tamu, dapur dan teras belakang. Hampir semua semua kegiatan dilakukan di luar rumah sehingga rumah hanya menjadi tempat peristirahatan, tidak ada kegiatan yang sifatnya penting dilakukan di falam rumah.


2. Identitas Lingkungan

Jika dipandang secara sepintas, memang hamper tidak ada perbedaan antara rumah orang Tobati dengan rumah orang bukan Tobati. Satu hal yang menunjukkan masih adanya gambaran mempengaruhi mereka dalam penyesuaian antara tempat tinggal dengan lingkungannya yang berkaitan erat pula dengan sosio cultural psikologi yang dianut oleh masyarakat suku Tobati seperti mengenai letak dan arah rumahnya membentuk kelompok-kelompok kekerabatan.

Menurut Repoport(1977), bahwa lingkungan terbangun menggambarkan berbagai petunjuk /tanda bagi perilaku penghuninya, karena hal itu dapat dilihat sebagai suatu bentuk komunikasi non verbal. Maka berdasarkan pola kognisi yang dipunyainya (seperti tertulis diatas), masyarakat Tobati mempunyai cara berkomunikasi melalui tatanan permukimannya. Dimana tujuan dasar dari permukimannya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar, sedangkan kognisi diatas adalah adalah untuk kebutuhan rohani ( keselamatan dan rejeki/kemakmuran).

Lingkungan ( neighbourhood) mereka adalah homogenous sifatnya, ini dikarenakan sesuai dengan kriteria sebagai homogenous neighbourhood, yaitu:

  1. Batas-batas wilayah yang luas,merupakan suatu kumpulan dari rumah-rumah dan o2ng-aang dengan kualitas yang sama.

  2. Level dari interaksi social adalah rendah, tetapi kebanyakan dari penghuni menyadari/mengetahui antara satu dengan yang lainnya.

  3. Lingkungan keluarga begitu kuat dan familiar, orang-orang hidup dalam rumah yang sama. (exented family)

Bentuk keluarga Tobati ini adalah keluarga inti (nuclear family). Sifat virilokal begitu kuat, dimana dimana biasanya keluarga baru ikut atau menetap atau bertempat tinggal dengan keluarga pihak suami.

Pemilihan lokasi tempat tinggalselain yang disebutkan di atas, pada dasarnya adalah dekat dengan keluarga dari keret masing-masing, ini dimaksudkan dengan kedekatan rumah tinggal dengan anggota keluarga yang lain maka keamanan (safet needs) dan kebersamaan (togetherness) serta solidaritas (solidarity) diantara mereka tetap terjaga.


TEKNOLOGI KONSTRUKSI DAN MATERIAL BANGUNAN

Material Bangunan

Bahan-bahan yang digunakan pada rumah tradisional Papua merupakan bahan-bahan yang sudah tersedia di alam. Masyarakat Papua masih menggunakan rumah sebagai kebutuhan berteduh dan bukan tempat tinggal menetap karena hidup mereka masih nomaden untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahan-bahannya antara lain :

  • Bambu Kayu

  • Jerami/talas sebagai atap

  • Pelepah pohon pinang hutan atau nibung

  • Pelepah pohon sagu dan daun pohon sagu sebagai atap

Konstruksi

  • Pengikat konstruksi berupa tali

  • Tidak ada struktur yang terkait secara kuat, semuanya bergantung pada kekuatan tali pengikat

  • Tidak membutuhkan pondasi (karena letaknya sebagian rumah terletak di laut (menjorok ke pantai)

  • Ada sebagian rumah menggunakan kuda-kuda sebagai penahan atap, dan sebagian lain menggunakan sistem rangka untuk menahan rangka.

Teknologi

Teknologi yang digunakan sangat sederhana dan bisa dibilang masih primitiv karena selain yang bahan-bahannya juga alat yang digunakan masih sangat sederhana. Seperti :

  • Untuk mengikat struktur masih menggunakan tali yang bahannya dari bahan alami

  • Dikerjakan secara manual dengan tangan tanpa adanya alat bantu yang memadai

  • Keluarga mendirikan sendiri rumahnya

  • Anyaman digunakan pada pembuatan atap jerami atau atap yang terbuat dari daun-daunan

Cara Pembuatan

Dalam membuat rumah dibantu oleh semua penduduk disekitar dan juga seluruh anggota keluarga. Langkah-langkahnya adalah :

  • Membuat kerangka rumah dari kayu atau bamboo yang diikat dengan tali tanpa pondasi-untuk rumah suku tertentu alas rumah ditinggikan sampai lebih dai 1 m atau bahkan diatas pohon.

  • Membuat dinding pelepah pohon sagu atau nibung untuk dinding yang kemudian dipasang dengan mengikatkan pelepah atau nibung tersebut pada rangka.

  • Membuat atap dengan daunt alas, daun sagu atau jerami dan sejenisnya yang di sambung satu persatu dengan tali kemudian dijepit oleh 2 buah bambu atau kayu menjadi satu deret.

  • Setelah terkumpul banyak deret daun untuk atap kemudian dipasang sebagaimana memasang dinding.

  • Ada sebagian yang memasang atap langsung tanpa disambung dulu

ASPEK KOSMOLOGI

Adat ritual merupakan perwujudan atau symbol dari adat yang berlakudi dalam suatu masyarakat. Sedangkan adat itu sendiri dapat hadir karena tradisi yang telah berlangsung dalam masyarakat tersebut.

Berbicara mengenai pemukiman tradisional tentunya selalu dikaitkan dengan makna yang lebih dalam di balik bentukan yang terjadi.

Dari bentuk atap ini dapat menjadi gambaran dari bentuk utuh bangunan yang terdiri dari kaki, badan dan kepala, yang secara keseluruhan berarti menggambarkan hubungan harmonis antara alam raya sebagai makrokosmos dengan pencipta, juga alam raya dengan manusia.

Sejak kedatangan bangsa Eropa khususnya bangsa Belanda, rumah Mau dianggap berhala dan tidak sesuai dengan ajaran Kristen sehingga Rumah Mau dibinasakan, namun yang terlihat saat ini adalah sisa-sisa tiang-tiang yang tertinggal.

Komunikasi menjadi sesuatu yang sangat ditekankan begitu juga privasi, hal itu terlihat dari peruntukan bangunan hanya untuk tempat tinggal, sedangkan upacara pendewasaan anak laki-laki upacara inisiasi sudah tidak ada dengan hilangnya rumah adat Mau.

Masyarakat Tobati terdiri dari beberapa keret yang mengikuti garis keturunan ayah (patrilineal). Namun meskipun demikian, perbedaan keret tidak harus diwujudkan dalam fisik bangunan, hanya yang membedakan adalah ornament-ornamen yang menghiasi bangunan yang umumnya ornament tersebut berupa hiasan dari laut.

Untuk acara yang sifatnya sakral biasanya masyarakat Tobati menempatkan pada tempat yang disebut dengan Para-para adat. Para-para adat menjadi hal yang pokok dikarenakan lenyapnya rumah Mau yang berfungsi sebagai tempat inisiasi anak laki-laki yang merupakan salah satu bentuk kegiatan adat ritual pokok yang telah lenyapseiring masuknya agama Kristen Protestan yang melarang dilakukannya inisiasi serta mengarah pada praktek-praktek homoseksual terhadap anak-anak, serta adanya diskriminasi terhadap pembedaan gender terhadap kaum perempuan. Para-para adapt dianggap sebagai tempat yang disucikan yang dalam arti simbolis saja. Oleh karena itu di dalam hal perawatan, perbaikan, pembongkaran, serta pembangunannya diawali dengan musyawarah adapt yang dipimpin secara langsung oleh Ondoafi.

Tingkatan sosial dalam Kehidupan Suku Tobati yang mana di dalamnya termasuk identitas sosial and status. Masyarakat Tobati terdiri dari beberapa keret yang mengiktrti garis keturunan ayah (patrilineal). Menurut struktur adat, pimpinan masyarakat Tobati, Ondoafi Besar adalah dari keret Hamadi. Namun dalam masing­masing keret terdapat pimpinan keret yang disebut kepala suku. Selain Kepala Suku Besar atau Ondoafi Besar, dalam masyarakat Tobati terdapat keret utama yang antara lain Hamadi dan Ireuw. Keret-keret lain yang dianggap sebagai golongan bawah antara lain Haai, Dawlr, Asa, Hababuk, Injama, Afaar, Mano dan Itar.


Perubahan Fungsi, Makna dan Bentuk Pada Arsitektur Rumah Tradisional Tobati

Perubahan di dafam masyarakat akan mempengaruhi fungsi dan makna dalam arsitektur ternpat tinggal. Akan tetapi cukup sulit untuk menentukan secara tepat faktor penyebab terjadinya perubahan tersebut, karena ditengah-tengah kompleksitas eksistensi niali, norma, pengetahuan dan teknologi baru. Beberapa ahli berpendapat bahwa terjadinya perubatan dalam masyarakat karena tumbuhnya ketidak-puasaan terhadap kondisi budaya tertentu, sebagian masyarakat lagi mengatakan bahwa adanya perkembangan teknologi baru. Kesemuanya ini adalah wajar, maka untuk menghindari pertentangan pendapat ini diambil secara umum saja.

Secara umum, perubahan yang terjadi dalam masyarakat Suku Tobati dapat -,sebabkan oleh :

  1. Penemuan baru (inventation)

  2. Pertumbuhan penduduk (population)

  3. Kebudayaan ( cultural)

Akibat dari hal tersebut yang terjadi saat ini di desa Tobati dan Engros, rumah tradisional banyak yang telah mengalami perubahan dan bahkan hilang, adapun ­perubahan adalah sbb :

  1. Rumah dengan bentuk dan material, kcnstruksi yang digunakan asli.

  2. Rumah dengan bentuk asli, tapi material sebagian hasil industrialisasi, konstruksi asli

  3. Rumah dengan bentuk asli, material asli, tapi konstruksi berubah/modern.

  4. Rumah dengan bentuk mengalami perubahan, material berubah, konstruksi asli. Rumah dengan bentuk berubah sama sekali, material berubah, konstruksi berubah

Berikut table perubahan yang terjadi

Unsur Rumah

Aturan Adat

Aturan Agama

Pelaksanaan Sesuai

Pelaksanaan Berubah

Persiapan

Perijinan Ondoafi Besar


Gotong-royong, potong babi dan masak bersama


Pola dan Orientasi

Linier dan rumah saling berhadapan


Masih mengikuti pola yang telah ada

Tidak lagi tegak lurus dengan jeramba

Bentuk





- Rumah

Empat persegi panjang


Bentuk tetap menggunakan empat persegi panjang


- Atap

Perisai



Ada yang menggunakan bentuk perisai dan juga pelana

Konstruksi dan Bahan





- Tiang

Kayu swam


Tetap menggunakan kayu Swam

Papan-papan

- Dinding

Gaba-gaba




- Lantai

Pinang




Detai/ornament

Tiap kepala suku memilki perlambangan



Tidak ada

Fungsi





Rumah Mau

Rumah khusus laki-laki dan iniasi

Dilarang


Tidak ada sejak 1930

Rumah Sway

Tempat tingal


Sebagai tempat tinggal



FACTOR-FAKTOR SOSIO-KULTURAL DAN BENTUK RUMAH

Format yang berbeda pada hunian adalah sesuatu yang kompleks di mana tidak ada penjelasan tunggal, orang-orang dengan sikap sangat berbeda dan ideal bereaksi terhadap lingkungan fisik bervariasi. Tanggapan ini berubah-rubah dari tempat oleh karena perubahan dan perbedaan pengaruh sosial, budaya, upacara agama, ekonomi, dan faktor fisik. Dan faktor ini bisa juga berubah secara berangsur-angsur di tempat yang sama dengan jalan lintasan waktu; bagaimanapun, ketiadaan perubahan format secara cepat adalah karakteristik bahasa daerah dan tempat tinggal primitif.
Rumah adalah suatu intuisi, tidak hanya suatu struktur, menciptakan suatu kompleks sebab bangunan rumah sebagai peristiwa budaya, organisasi dan format nya sangat dipengaruhi oleh budaya bagi penduduk. Sejarah merekam rumah menjadi lebih dari tempat perlindungan untuk orang primitif, dan hampir dari awal fungsi lebih jauh dibanding suatu fisik atau suatu konsep yang bermanfaat.
Nilai yang terbatas penggolongan bentuk, atau bahkan analisa ekonomi, lokasi, iklim, material, dan teknologi. Kedua-duanya - fisik dan aspek kultur sosial - perlu untuk dipertimbangkan, tetapi kebutuhan yang belakangan merupakan prioritas utama.
Itu sering suatu kultur membuat mustahil dengan larangan yang manapun dengan tegas atau secara implisit, dibanding/bukannya membuat tak bisa diacuhkan, yang mana hal itu adalah penting. Pada waktu yang sama, dipengaruhi dan dimodifikasi oleh kekuatan klimatik, pilihan lokasi, dan pencapaian serta pilihan material dan teknik konstruksi.
Di dalam konteks ini, kekuatan kultur sosial dapat dilihat melalui banyak cara. Istilah Genre De Vie yang digunakan oleh Max Sorre meliputi semua budaya, rohani, material, dan sosio aspek affect-form.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa sosio-kultural komponen Genre de Vie adalah penjumlahan konsep kultur, etos, pandangan dunia, dan karakter nasional yang digunakan oleh redfield, yang ia menggambarkan sebagai berikut:
Kultur: total peralatan gagasan dan institusi dan aktivitas [yang] konvensional seorang Etos: konsepsi yang di/terorganisir sebaiknya
Dunia memandang: orang memandang karakteristik seseorang
Karakter nasional: tipe kepribadian orang-orang, macam manusia biasanya terjadi masyarakat ini.
Suatu rumah adalah suatu fakta manusia, dan bahkan dengan batasan fisik yang paling menjengkelkan dan teknologi yang terbatas. Orang telah membangun dalam cara-cara yang ke berbeda bahwa mereka dapat ditujukan hanya untuk pilihan, yang melibatkan nilai-nilai budaya. Kekuatan kultur sosial, oleh karena itu, terjadi pada arti penting utama di dalam berhubungan jalan hidup orang itu pada lingkungannya.
Pertimbangan untuk format rumah dan penyelesaian, mungkin berguna bagi berpikir tentang tentang mereka sebagai suatu wujud fisik dari suatu lingkungan ideal. Gagasan untuk rumah sebagai mekanisme pengawasan sosial, yang sangat kuat kultur tradisional sedikitnya, boleh tidak lagi menerapkan dengan sebanyak kekuatan di suatu masyarakat dengan sistem kontrol yang dilembagakan dan yang disusun hari ini.
Kadang-kadang pengaruh yang sulit dipisahkan dari kekuatan ini mempengaruhi jalan kita bertindak dan bagaimana kita ingin bertindak, pakaian yang kita pakai, kita membaca, forniture yang kita menggunakan itu, makanan yang kita makan dan bagaimana kita siapkan makan itu, dan sebagai konsekwensi rumah dan penyelesaian di mana kita tinggal dan bagaimana kita menggunakannya. Itu adalah pengaruh yang membuat mudah untuk mengidentifikasi suatu rumah atau kota besar ditentukan suatu kultur atau cabang kebudayaan.

Minggu, 08 Juli 2007

Diskusi Filsafat Islam

  1. Pertanyaan :

Ada kesan yang berkembang dikalangan Sarjana Barat, baik Muslim maupun non-Muslim, bahwa filsafat Filsafat Islam adalah Filsafat Yunani yang di-Arab-kan. Apa pendapat Anda tentang kesan itu? Apa saja yang Anda ketahui tentang perbedaan antara filsafat Yunani dan filsafat Islam?


Jawaban :

Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab 'falsafah', yang berasal dari bahasa Yunani, 'philosophia', yang berarti 'philos' = cinta, suka (loving), dan 'sophia' = pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi 'philosophia' berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran.

Memang filsafat yang berkembang di dunia islam adalah filsafat paripatetik, atau filsafat yang merupakan perkembangan dari filsafat yang ada terdahulu. para filsuf dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam (dan juga beberapa orang Yahudi!), yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah: Avicenna(Ibnu Sina), Ibnu Tufail, Kahlil Gibran (aliran romantisme; kalau boleh disebut bergitu)dan Averroes.

Di seluruh dunia, banyak orang yang menyatakan hal yang sama dan membangun tradisi filsafat, menanggapi dan meneruskan banyak karya-karya sesama mereka. Oleh karena itu filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan budaya. Pada dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Timur Tengah”.



  1. Pertanyaan :

Al-Qur’an yang diyakini sebagai sumber paling otoritatif dan komprehensif untuk menjawab persoalan-persoalan kemanusiaan, masih menyisakan sekaligus memerlukan kerja keras untuk menerjemahkannya ke dalam idiom-idiom budaya, ideology, politik, ekonomi, da social-keagamaan secara luas. Bahkan, ada ungkapan sinis dan miris dari kalangan anti-Islam bahwa agama (Islam dengan sumber utamanya, Al-Qur’an) tidaklah lebih dari sekedar dongeng, alegori dan legenda. Apa pendapat Anda mengenai hal itu? Bagaimana sejatinya Al-Qur’an itu diejewantahkan ke dalam aneka bentuk kehidupan tersebut?



Jawaban :

Kebanyakan dari mereka terlalu sinis dan bahkan terlalu fanatic sehingga tidak melihat kebenaran sebagai jalan kehidupan yang dipilih. Al-Qur’an yang sudah jelas-jelas diakui tingkat komperhensivnya tentunya bukan hanya sekedar dongeng, alegori atau bahkan legenda, justru dengan pandangan seperti itu menjadikan mereka (kalangan anti-Islam) sebagai orang yang kurang “rasional”. Menurut Muhammad Arkoun, ijtihad harus berpijak dari pemfungsian dasar antara Allah (Tuhan), manusia, dan filsafat. Ijtihad model ini bisa lebih mampu membumi dengan segala ruang dan waktu karena formatnya bukan harga mati.

Cara pandang demikian berimplikasi terhadap apa yang disebut sebagai “kebenaran”. Kebenaran selalu diukur dengan (makna leksikal) teks, tidak ada kebenaran di luar teks. Kalaupun dengan nalar manusia bisa mencari kebenarannya sendiri, tetap saja harus di­konfirmasi kepada teks. Kalau dalam proses konfirmasi itu dianggap gagal, maka apa yang dikatakan nalar sebagai “kebenaran” dengan sendirinya gagal pula. Dari hal tersebut, tafsir dalam agama menjadi penting teruatama terkait dengan tafsir terhadap Al-Qur’an yang merupakan sumber paling otorotatif yang diakui sebagai sumber kebenaran dalam Islam. Dalam khazanah Islam, proses penafsiran ini telah melahirkan berjilid-jilid kitab dengan model berbeda-beda, mulai dari Tahlîlî sampai Mawdhû‘Î meski corak nalarnya tetap bayani. Akibat corak nalar ini, teks yang sebenarnya merupakan simbol bahasa dan medium guna menyampaikan sejumlah gagasan dianggap sebagai segala-galanya. Gagasan Tuhan menjadi identik dengan teks itu sendiri. Pengg­a­lian makna me­lampaui teks men­jadi barang tabu, bahkan dianggap “mem­perkosa” Tuhan untuk mengikuti pendapat manusia.

Sehingga dari beberapa alasan tersebut maka sebenarnya Al-quran itu bisa dipakai dalam berbagai khazanah mengingat sifat Al-Qur’an sendiri yang sangat universaldan fleksibel terhadap pemaknaan kehidupan.

Jumat, 06 Juli 2007

MUIS BLOG

Aku terlahir bukan untuk menjadi orang lain, karena aku adalah aku.