(Sebuah Pembacaan Terhadap Ayat-ayat Al Qur'an Tentang Konsep Arsitektur)
Arsitektur adalah sesuatu yang muncul dengan didasari sebuah alasan yang dapat menguatkan posisinya sebagai media aktualisasi sehingga akhirnya tercipta sebuah lingkungan binaan yang kondusif untuk ditempati. Dapat dikatakan bahwa arsitektur lahir sebagai jawaban atas sebuah keadaan yang mendukung untuk keadaan yang lebih baik dan juga dinamisasi manusia. Sebagai contoh rumah pada jaman dahulu dan sekarang sangat berbeda mengingat tingkat kebutuhan, fungsi dan juga jarak pandang mereka yang terbatas menjadi alasan utama perbedaan tersebut.
Begitu juga alam yang sengaja diciptakan Tuhan dengan demikian sempurna dan sangat teratur, tentunya dibalik semua itu ada sebuah maksud atau pelajaran yang dapat diambil sebagai sebuah pelajaran. Dalam Al-Qur'an Allah berfirman: " Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir".
Begitu juga alam yang sengaja diciptakan Tuhan dengan demikian sempurna dan sangat teratur, tentunya dibalik semua itu ada sebuah maksud atau pelajaran yang dapat diambil sebagai sebuah pelajaran. Dalam Al-Qur'an Allah berfirman: " Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir".
Semua kesempurnaan ciptaan Tuhan terdapat makna filosofis. Filosof muslim, seperti Ibnu Sina dan Al Farabi, membagi jiwa menjadi tiga jiwa yaitu jiwa tumbuhan, jiwa binatang dan jiwa manusia. Jiwa-jiwa tersebut mewakili dan bahkan menjadi sindiran terhadap manusia ketika masih dikatakan sebagai jiwa tumbuhan atau binatang. Jiwa manusia hanya mempunyai satu daya yaitu berpikir yang terbagi menjadi 2:
a. Akal praktis, yang menerima arti-arti yang berasal dari materi melalui indra pengingat yang ada dalam jiwa binatang.
b. Akal teoritis, yang menangkap arti-arti murni, yang tak pernah ada dalam materi seperti Tuhan, roh dan malaikat.
Melihat betapa kuatnya daya berpikir manusia sehingga Allah mengangkat derajat manusia kemampuan untuk menerjemahkan haruslah diimbangi dengan pembacaan terhadap alam sekitar sebagai satuan filosofis, misal dalam arsitektur.
Dalam buku yang ditulis oleh Aulia Fikriarini M. dan Yulia Eka Putri, yang judulnya Membaca Konsep Vitruvius dalam Al Qur'an, disitu disebutkan bahwa alam semesta seperti halnya kitab suci Al-Qur'an al~Karim, adalah ayat-ayat Allah SWT yang terbentang untuk dibaca, dijadikan pelajaran dan digali hikmahnya oleh manusia-manusia yang berpikir (ulul albab), dan setiap kegiatan berpikir tidak pernah terlepas dari kerangka ibadah kepada Allah SWT. Karena membaca merupakan sebuah tradisi keilmuan yang ada dalam Islam dan merupakan suatu perintah Tuhan dalam kitab suci Al Qur'an. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al Alaq ayat 1 : "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan". Pada ayat tersebut bukan secara lateral membaca adalah sebagai kegiatan membaca teks namun lebih dari itu adalah sebuah pembacaan terhadap alam semesta. Dalam Al Quran, Allah mengajak manusia agar tidak mengikuti secara buta kepercayaan dan norma-norma yang diajarkan masyarakat, agar merenung dengan terlebih dahulu menyingkirkan segala prasangka, hal tabu, dan batasan yang ada dalam pikiran mereka.
1. Keajaiban desain di alam
Desain atau rancangan, secara singkat berarti gabungan yang selaras dari berbagai bagian dalam bentuk yang teratur yang dirancang untuk tujuan tertentu. Dari pengertian ini, kita tidak akan sulit menerka bahwa sebuah mobil adalah suatu rancangan. Ini karena terdapat tujuan tertentu, yaitu untuk mengantarkan manusia dan barang. Untuk mewujudkan tujuan ini, berbagai bagian seperti mesin, ban dan rangkanya direncanakan dan dirakit di sebuah pabrik.
Jika kita tinggalkan sementara pengamatan kita atas burung dan menelaah bentuk lain dari kehidupan, maka kita akan menemui kenyataan yang sama. Di setiap makhluk, terdapat contoh-contoh rancangan yang sangat sempurna. Jika kita telaah lebih jauh, kita menemukan bahwa diri kita sendiri pun merupakan bagian dari rancangan itu sendiri. Oleh sebab itu, kita sampai pada kesimpulan penting ini: seluruh makhluk di alam, termasuk diri kita, merupakan suatu rancangan. Hal ini, pada gilirannya membuktikan keberadaan Sang Pencipta, Yang merancang semua makhluk dengan kehendak-Nya, memelihara seluruh ciptaan-Nya, dan memiliki kekuasaan dan kebijaksanaan yang mutlak.
Alam semesta dan segala yang ada di dalamnya ternyata mengandung nilai-nilai kekokohan (firmitas), kegunaan (utilitas) dan keindahan (venustas) yang sangat sempurna. Pelajaran ini bahkan dapat diperoleh dari ciptaan-ciptaan Allah SWT yang seringkali dianggap remeh dan diabaikan oleh manusia, seperti lebah, semut dan laba-laba.
Begitu banyaknya keajaiban desain yang tercipta secara teratur dan penuh dengan penalaran berfikir sehingga segala maksud filosofis yang dimaksudkan Sang Pencipta bukan lagi menjadi tabir penghalang. Bahkan untuk sesuatu yang remeh pun seperti yang tercantum di atas merupakan implementasi dari sebuah penciptaan yang sangat rumit. Sebagai manusia kita patut tersinggung ketika yang menjadi objek pencontohan dalam Al Qur'an adalah sebuah binatang yang tidak berdaya dan sangat kecil sekali namun mampu menembus batas rasional manusia.
2. Perumpamaan arsitektur dalam Al Qur'an (arsitek-arsitek di alam)
"Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang Telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan."
Kehidupan lebah di sarang dan produksi madunya sangatlah menakjubkan. Tanpa membahas terlalu terperinci, marilah kita amati ciri-ciri utama "kehidupan sosial" lebah. Lebah harus melaksanakan banyak "tugas" dan mereka mengatur semua ini dengan organisasi yang luar biasa. Pengaturan kelembapan dan ventilasi, kelembapan sarang, yang membuat madu memiliki kualitas perlindungan tinggi, harus dijaga pada batas-batas tertentu. Pada kelembapan di atas atau di bawah batas ini, madu akan rusak serta kehilangan kualitas perlindungan dan gizinya. Begitu juga, suhu sarang harus 35 C selama sepuluh bulan pada tahun tersebut. Untuk menjaga suhu dan kelembapan sarang ini pada batas tertentu, ada kelompok khusus yang bertugas menjaga ventilasi.
Namun, di alam ini lebah bukanlah satu-satunya "arsitek" hebat. Pada halaman-halaman berikutnya akan dijelaskan hewan-hewan lain yang mampu menyelesaikan konstruksi yang rumit dan sulit dengan keterampilan tinggi sebagaimana koloni lebah. Hewan-hewan ini, seperti halnya lebah, menggunakan pengetahuan yang "diilhamkan" kepada mereka untuk mendirikan bangunan mengagumkan dengan dibantu kemampuan khusus telah mereka miliki sejak diciptakan.
Dari banyak arsitek alam yang hebat di muka bumi ini, orang akan langsung teringat kepada berang-berang. Hewan ini membangun rumahnya di tengah kolam diam, yang dibangun dengan cara membendung sungai. Berang-berang membuat bendungan untuk menghalangi aliran sungai, sehingga terbentuk sebuah kolam diam tempat mereka membangun sarang. Untuk membendung sungai, pertama-tama mereka mendorong batang pohon besar ke dasar sungai. Mereka lalu menumpukkan batang-batang pohon yang lebih kecil di atasnya. Akan tetapi, masih ada masalah yang mereka hadapi, yakni arus sungai yang dapat menghanyutkan tumpukan cabang-cabang tersebut. Jika bendungan itu tidak tertanam kuat di dasar sungai, air akan segera menghancurkannya. Jalan terbaik untuk mencegah hal ini adalah menancapkan pancang pada dasar sungai, kemudian membangun bendungan di atasnya. Untuk itu, berang-berang menggunakan pancang-pancang besar sebagai dinding penopang utama. Berang-berang tidak repot-repot menancapkan pancang tersebut ke dasar sungai; mereka menguatkan kedudukan pancang dengan menimpanya dengan batu. Langkah terakhir, mereka merekatkan tumpukan cabang-cabang pohon dengan adukan khusus dari tanah liat dan daun-daun kering. Adukan ini kedap-air dan tahan terhadap efek korosif air.